Istilah drama dan teater seyogianya dibedakan artinya.
Drama dimaksudkan sebagai karya sastra yang dirancang untuk
dipentaskan di panggung oleh para aktor di pentas, sedangkan teater
adalah istilah lain untuk drama dalam pengertian yang lebih luas,
termasuk pentas, penonton, dan tempat lakon itu dipentaskan. Di samping
itu salah satu unsur penting dalam drama adalah gerak dan dialog.
Lewat dialoglah, konflik, emosi, pemikiran dan karakter hidup dan
kehidupan manusia terhidang di panggung. Dengan demikian hakikat drama
sebenarnya adalah gambaran konflik kehidupan manusia di panggung lewat
gerak.
Drama Remaja
Apabila dilakukan dengan benar, pembelajaran sastra memiliki empat
manfaat bagi para siswa, yaitu: membantu keterampilan berbahasa,
meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, serta
menunjang pembentukan watak. Oleh karena drama, termasuk satu di antara
tiga jenis pokok karya sastra, maka mempelajari drama pun dapat
membantu para siswa terampil berbahasa, meningkatkan pengetahuan
budayanya, mengembangkan cipta dan karsa, serta dapat menunjang
pembentukan watak para siswa.
Dalam memilih bahan pembelajaran drama yang akan disajikan perlu
dipertimbangkan dari sudut bahasa, kematangan jiwa (psikologi), dan
latar belakang kebudayaan para siswa, di samping itu perlu pula
diklasifikasikan berdasarkan tingkat kesukaran dan kriteria-kriteria
tertentu lainnya, seperti: berapa banyak teks drama yang tersedia di
perpustakaan sekolahnya, kurikulum yang harus diikuti, dan persyaratan
bahan yang harus diberikan agar dapat menempuh tes hasil belajar akhir
tahun.
Pembelajaran Drama
Ada banyak strategi apresiasi drama sebagai karya sastra. Strategi
Strata menggunakan tiga tahapan, yaitu: tahap penjelajahan, tahap
interpretasi, dan tahap re-kreasi. Tahap penjelajahan dimaksudkan
sebagai tahapan di mana guru memberikan rangsangan kepada para siswa
agar mau membaca teks drama dan memahaminya. Tahap interpretasi adalah
tahapan mendiskusikan hasil bacaan dengan mendiskusikannya dalam
kelompok dengan panduan pertanyaan dari guru. Tahap re-kreasi adalah
tahapan sejauh mana para siswa memahami teks drama sehingga mereka dapat
mengkreasikan kembali hasil pemahamannya.
Strategi Analisis terhadap teks drama dilakukan dalam tiga tahapan.
Tahapan pertama membaca dan mengemukakan kesan awal terhadap bacaannya.
Tahap kedua menganalisis unsur pembangun teks drama. Dan tahap ketiga
adalah tahap memberikan pendapat akhir yang merupakan perpaduan antara
respons subjektif dengan analisis objektif.
Tujuan penting pembelajaran drama adalah memahami bagaimana tokoh-tokoh
dalam drama dipentaskan. Dalam pementasan diperlukan pemahaman
perbedaan bentuk dan gaya teks drama, serta berbagai macam aturan dalam
bermain drama. Cara yang ditempuh, pertama melakukan pembacaan teks
drama, berlatih gerak dalam membawakan peran, dan berlatih gerak sambil
mengucapkan kata-kata.
Asal-usul Drama di Indonesia
Seperti yang berkembang di dunia pada umumnya, di Indonesia pun awalnya
ada dua jenis teater, yaitu teater klasik yang lahir dan berkembang
dengan ketat di lingkungan istana, dan teater rakyat. Jenis teater
klasik lebih terbatas, dan berawal dari teater boneka dan wayang orang.
Teater boneka sudah dikenal sejak zaman prasejarah Indonesia (400
Masehi), sedangkan teater rakyat tak dikenal kapan munculnya. Teater
klasik sarat dengan aturan-aturan baku, membutuhkan persiapan dan
latihan suntuk, membutuhkan referensi pengetahuan, dan nilai artistik
sebagai ukuran utamanya.
Teater rakyat lahir dari spontanitas kehidupan masyarakat pedesaan, jauh
lebih longgar aturannya dan cukup banyak jenisnya. Teater rakyat
diawali dengan teater tutur. Pertunjukannya berbentuk cerita yang
dibacakan, dinyanyikan dengan tabuhan sederhana, dan dipertunjukkan di
tempat yang sederhana pula. Teater tutur berkembang menjadi teater
rakyat dan terdapat di seluruh Indonesia sejak Aceh sampai Irian.
Meskipun jenis teater rakyat cukup banyak, umumnya cara pementasannya
sama. Sederhana, perlengkapannya disesuaikan dengan tempat bermainnya,
terjadi kontak antara pemain dan penonton, serta diawali dengan tabuhan
dan tarian sederhana. Dalam pementasannya diselingi dagelan secara
spontan yang berisi kritikan dan sindiran. Waktu pementasannya
tergantung respons penonton, bisa empat jam atau sampai semalam suntuk
Perkembangan Drama di Indonesia
Sejarah perkembangan drama di Indonesia dipilah menjadi sejarah
perkembangan penulisan drama dan sejarah perkembangan teater di
Indonesia. Sejarah perkembangan penulisan drama meliputi: (1) Periode
Drama Melayu-Rendah, (2) Periode Drama Pujangga Baru, (3) Periode Drama
Zaman Jepang, (4) Periode Drama Sesudah Kemerdekaan, dan (5) Periode
Drama Mutakhir.
Dalam Periode Melayu-Rendah penulis lakonnya didominasi oleh pengarang
drama Belanda peranakan dan Tionghoa peranakan. Dalam Periode Drama
Pujangga Baru lahirlah Bebasari karya Roestam Effendi sebagai lakon
simbolis yang pertama kali ditulis oleh pengarang Indonesia. Dalam
Periode Drama Zaman Jepang setiap pementasan drama harus disertai naskah
lengkap untuk disensor terlebih dulu sebelum dipentaskan. Dengan
adanya sensor ini, di satu pihak dapat menghambat kreativitas, tetapi
di pihak lain justru memacu munculnya naskah drama. Pada Periode Drama
Sesudah Kemerdekaan naskah-naskah drama yang dihasilkan sudah lebih
baik dengan menggunakan bahasa Indonesia yang sudah meninggalkan gaya
Pujangga Baru. Pada saat itu penulis drama yang produktif dan
berkualitas baik adalah Utuy Tatang Sontani, Motinggo Boesye dan
Rendra. Pada Periode Mutakhir peran TIM dan DKJ menjadi sangat
menonjol. Terjadi pembaruan dalam struktur drama. Pada umumnya tidak
memiliki cerita, antiplot, nonlinear, tokoh-tokohnya tidak jelas
identitasnya, dan bersifat nontematis. Penulis-penulis dramanya yang
terkenal antara lain Rendra, Arifin C. Noer, Putu Wijaya, dan
Riantiarno.
Perkembangan teater di Indonesia dibagi ke dalam: (1) Masa Perintisan
Teater Modern, (2) Masa Kebangkitan Teater Modern, (3) Masa Perkembangan
Teater Modern, dan (4) Masa Teater Mutakhir. Masa perintisan diawali
dengan munculnya Komedi Stamboel. Masa kebangkitan muncul teater
Dardanella yang terpengaruh oleh Barat. Masa perkembangan ditengarai
dengan hadirnya Sandiwara Maya, dan setelah kemerdekaan ditandai dengan
lahirnya ATNI dan ASDRAFI. Dalam masa perkembangan teater mutakhir
ditandai dengan berkiprahnya 8 nama besar teater yang mendominasi zaman
emas pertama dan kedua, yaitu Bengkel Teater, Teater Kecil, Teater
Populer, Studi klub Teater Bandung, Teater Mandiri, Teater Koma, Teater
Saja, dan Teater Lembaga.
Ragam Drama
Secara pokok ada lima jenis drama, yaitu: tragedi, komedi, tragikomedi,
melodrama, dan farce. Drama tragedi adalah lakuan yang menampilkan
sang tokoh dalam kesedihan, kemuraman, keputusasaan, kehancuran, dan
kematian. Drama komedi adalah lakon ringan yang menghibur, menyindir,
penuh seloroh, dan berakhir dengan kebahagiaan. Tragikomedi adalah
gabungan antara tragedi dan komedi. Melodrama adalah lakuan tragedi
yang berlebih-lebihan. Dan farce adalah komedi yang dilebih-lebihkan.
:
Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Drama
Unsur-unsur drama lazim dikelompokkan dalam dua kategorisasi, yaitu
unsur-unsur intrinsik dan unsur-unsur ekstrinsik. Unsur-unsur intrinsik
drama adalah berbagai unsur yang secara langsung terdapat dalam karya
sastra yang berujud teks drama, seperti: alur, tokoh, karakter, latar,
tema dan amanat, serta unsur bahasa yang berbentuk dialog. Sementara
itu, unsur ekstrinsik adalah segala macam unsur yang berada di luar teks
drama, tetapi ikut berperan dalam keberadaan teks drama tersebut.
Unsur-unsur itu antara lain biografi atau riwayat hidup pengarang,
falsafah hidup pengarang, dan unsur sosial budaya masyarakatnya yang
dianggap dapat memberikan masukan yang menunjang penciptaan karya drama
tersebut.
Analisis Tokoh dan Perwatakan
Untuk dapat menganalisis unsur tokoh dan perwatakan tokoh protagonis,
tokoh antagonis, dan tritagonis, kita perlu mendalami terlebih dulu
arti pengertian macam-macam tokoh itu dan bagaimana ciri-cirinya.
Sementara itu untuk menganalisis karakter tokoh-tokoh tersebut perlu
dipahami dengan tepat bagaimana cara pengarang menggambarkan
perwatakannya. Dalam drama kebanyakan karakter tokoh dilukiskan dalam
dialog-dialog antartokohnya. Dari dialog-dialog itulah tercermin
karakter tokoh-tokohnya.
Analisis Latar
Untuk membuat analisis latar terhadap drama diperlukan penguasaan
konsep tentang latar fisik, latar spiritual, latar netral, dan latar
tipikal. Latar fisik menyangkut ruang dan waktu, latar spiritual erat
kaitannya dengan latar fisik. Latar spiritual mencerminkan faktor sosial
budaya, adat-istiadat, kepercayaan, tata cara, dan nilai-nilai yang
dimiliki oleh latar fisiknya. Latar tipikal menonjolkan kekhasan suatu
daerah tertentu, sedangkan latar netral adalah latar yang tak memiliki
sifat khas sesuatu daerah. Drama Iblis mengindikasikan latar netral
sehingga dapat dipentaskan di mana dan kapan pun.
Analisis Bahasa
Analisis unsur bahasa adalah analisis dialog dalam teks drama. Melalui
dialog yang menggunakan bahasa lisan yang komunikatif, tergambar
pemikiran, karakter dan konflik lakuan. Dalam analisis bahasa ini
difokuskan pada dua persoalan yang erat kaitannya dengan dialog, yaitu:
pemilihan kata dan kalimat (menyangkut panjang-pendeknya kalimat
dialog) yang mampu menimbulkan pertentangan di antara protagonis dan
antagonisnya, dan pemikiran-pemikiran yang dikandung dalam dialog
protagonis maupun antagonisnya. Dari hasil analisis penggalan teks drama
Iblis karya Muhammad Diponegoro, antara lain diperoleh hasil bahwa
pemilihan kata-kata dan kalimat-kalimatnya sangat cerdas dan tepat.
Pemikiran-pemikiran Mohammad Diponegoro bermunculan lewat dialog yang
dilontarkan tokoh Ibrahim.
Analisis Alur
Untuk dapat menganalisis unsur alur dalam teks drama, kita perlu
mendalami terlebih dulu apakah yang disebut alur itu, dan bagaimana
pengaluran dalam drama itu. Lewat teks drama berjudul Sepasang Merpati
Tua karya Bakdi Soemanto dapat dianalisis bagian mana saja yang dapat
dimasukkan dalam pemaparan, penggawatan, klimaks, peleraian, dan
penyelesaiannya.
Analisis Tema
Dalam drama terdapat dua istilah yang berhimpitan artinya, yaitu premis
dan tema. Premis diartikan sebagai landasan pokok drama, sedangkan
tema adalah penggarapan gagasan pokok yang didukung oleh jalinan unsur
tokoh, alur, dan latar cerita serta diformulasikan lewat dialog.
Untuk menganalisis tema kita harus membaca seluruh lakon, dan
memahaminya. Kita harus mencermati peristiwa-peristiwa konflik dalam
lakon. Konflik dalam drama berkaitan erat dengan tema lakon. Kita perlu
memahami seluruh sepak terjang tokoh utamanya, sebab tokoh utama
biasanya diberi tugas penting untuk mengusung tema lakon.
Untuk itu, kepada tokoh utama perlu diajukan pertanyaan misalnya:
permasalahan (konflik) apa yang dihadapinya, selain tokoh utama, siapa
sajakah yang terlibat dalam permasalahan (konflik), bagaimana sikap dan
pandangannya terhadap permasalahan (konflik) itu, bagaimana cara
berpikir tokoh utama dalam menghadapi permasalahan (konflik), apa yang
dilakukannya, dan bagaimana ia mengambil keputusan terhadap permasalahan
(konflik) yang dihadapinya.
Analisis Amanat
Amanat adalah pesan yang disampaikan oleh pengarang melalui lakon
dramanya, dan bagaimana jalan keluar yang diberikan pengarang terhadap
permasalahan yang dipaparkannya. Amanat erat kaitannya dengan makna, dan
bersifat subjektif. Setiap pembaca bebas menafsirkan apa amanat drama
yang dibacanya itu baginya.
Ada dua cara penyampaian pesan, yaitu secara langsung (tersurat) dan
secara tidak langsung (tersirat). Pesan secara langsung biasanya
dititipkan oleh penulis lakon lewat tokoh-tokoh cerita yang berlakuan
dalam lakonnya. Kadang-kadang pesan yang ingin disampaikan itu kurang
ada hubungannya dengan cerita, atau sesuatu yang sebenarnya berada di
luar unsur lakon itu sendiri.
Sebaliknya pesan secara tidak langsung, biasanya disampaikan oleh
pengarang lakon secara tersirat dalam kisahan, dan terpadu secara
koherensif dengan unsur-unsur cerita yang lain. Apabila kita ingin
menafsirkan apa amanat yang mau disampaikan oleh pengarang kepada
pembaca, pesan-pesan itu dapat digali melalui peristiwa-peristiwa,
konflik-konflik, sikap dan tingkah laku para tokoh dalam menghadapi
peristiwa dan konflik itu, baik yang tampak dalam tingkah laku verbal,
fisik, maupun yang hanya terjadi dalam perasaan dan pikirannya.
Dasar-dasar Bermain Peran
Untuk menjadi seorang pemain, diperlukan kemampuan dasar-dasar peran
seperti kesadaran indra, ekspresi, improvisasi, pernapasan laku, vokal,
dan karakterisasi. Kesadaran indra meliputi penglihatan, pendengaran,
penciuman, perabaan, dan pengecapan. Kesadaran ini diperlukan untuk
menciptakan alasan bagi laku yang dilakukan pemain di atas pentas.
Proses itu terjadi karena indra menangkap objek rangsangan dan
melahirkan tanggapan. Tanggapan yang muncul dari dalam diri itu menjadi
alasan suatu perbuatan. Sebelum tanggapan dalam perbuatan nyata
terwujud, reaksi batin terhadap rangsangan itu menjadi pengalaman
batinnya.
Ekspresi berkaitan dengan kemampuan pemain mengekspresikan perasaan dan
emosi manusia, baik emosinya sendiri maupun emosi orang lain. Seorang
pemain diharapkan mempunyai “koleksi” emosi agar dengan mudah
berimprovisasi ketika memerankan seorang tokoh. Ekspresi ini diwujudkan
dalam bentuk laku (gerak) dan vokal (suara). Hal yang perlu dicatat
untuk olah vokal adalah: bukan “berbicara keras”, tetapi “berbicara
jelas”.
Improvisasi mencakup tiga pengertian, yaitu 1) menciptakan, merangkai,
memainkan, menyajikan, sesuatu tanpa persiapan; 2) menampilkan sesuatu
dengan mendadak; 3) melakukan sesuatu begitu saja secara spontan dan apa
adanya. Tujuan berlatih improvisasi adalah agar pemain memiliki
rangsangan spontanitas. Selain itu, latihan ini dapat menciptakan akting
yang wajar, tidak dibuat-buat, dan tampak natural
Pernapasan berkaitan erat dengan sikap rileks. Ketegangan urat leher dan
bahu harus dihindari. Penguasaan pernapasan akan menghasilkan dua hal:
1) menjaga stabilnya suara, sekaligus memberikan kemungkinan kepada
pemain untuk membuat vokal menjadi lentur sesuai dengan tuntutan peran;
2) menciptakan akting yang wajar dan memikat.
Laku dapat dibagi menjadi empat, yaitu imitatif, indikatif, empatik, dan
autistik. Pada umumnya laku empatik dan autistik lebih efektif, dan
lebih memberikan kesan mendalam dibandingkan laku imitatif dan
indikatif. Namun demikian, untuk adegan-adegan tertentu tetap diperlukan
adanya laku imitatif dan indikatif.
Karakterisasi berkaitan dengan bagaimana seorang pemain memposisikan
dirinya pada seorang tokoh. Untuk itu, seorang pemain harus mengetahui
keseluruhan diri tokoh yang akan diperankan, meliputi ciri fisik, ciri
sosial, ciri psikologis, dan ciri moral.
Berbagai Teknik Bermain Peran
Untuk menjadi seorang pemain, seseorang harus mengusai berbagai teknik
untuk bermain peran. Teknik itu adalah yaitu teknik pemunculan, teknik
memberi isi, teknik pengembangan, teknik pembinaan menuju puncak,
teknik timing, serta tempo dan irama.
Teknik Pemunculan (the technique of entrance) berkaitan dengan kesan dan
daya tarik pemain ketika masuk ke dalam pentas (playing area). Pemain
harus memiliki penguasaan diri yang telah siap untuk memberikan kesan
kepada penonton tentang watak yang dimainkan, penonjolan figur watak,
dan pembawaan postur yang menarik.
Teknik memberi isi (the technique of phrasing) berkaitan kemampuan
seorang pemain menciptakan segala gerak dan dialog menjadi berbobot.
Sebagus-bagusnya dialog dalam sebuah naskah drama, akan menjadi tidak
berarti jika diucapkan pemain dengan tidak benar, dan tidak diisi dengan
penghayatan yang hidup. Secara praktis teknik memberi isi adalah cara
untuk menonjolkan emosi dan pikiran dibalik kalimat-kalimat yang
diucapkan dan dibalik perbuatan-perbuatan yang dilakukan pemain.
Terdapat tiga macam cara memberi tekanan pada isi kalimat, yaitu tekanan
dinamik, tekanan nada, dan tekanan tempo.
Teknik pengembangan berkaitan dengan kemampuan pemain mengembangkan
dialog dan gerakan (laku). Hal ini penting supaya pementasan berjalan
tidak datar, dan dapat memikat penonton. Teknik pengembangan dapat
dicapai dengan menggunakan pengucapan dan posisi tubuh. Teknik
pengembangan dengan pengucapan dapat dicapai dengan 1) menaikkan volume
suara, 2) menaikkan tinggi nada suara, 3) menaikkan kecepatan tempo
suara, dan 4) mengurangi volume, tinggi nada, dan kecepatan tempo suara.
Teknik pengembangan dengan posisi tubuh dapat dicapai dengan 1)
menaikkan tingkatan posisi tubuh, 2) berpaling, 3) berpindah tempat, 4)
menggerakkan anggota badan, dan 5) memainkan air muka.
Teknik membina puncak berkaitan dengan kemampuan pemain mengatur emosi,
dialog, dan gerak. ketika menjalani puncak-puncak awal atau
puncak-puncak pembangun konflik. Keberhasilan perjalanan itu merupakan
bekal baik untuk mencapai puncak (klimaks) yang diinginkan dalam suatu
pementasan. Terdapat beberapa teknik untuk membina ke arah puncak, yaitu
1) menahan arus perasaan, 2) menahan reaksi terhadap alur cerita, 3)
teknik gabungan, 4) teknik kelompok bermain.
Teknik timing berkaitan dengan kemampuan pemain mengatur cepat lambatnya
waktu antara gerakan jasmani (laku) dan suara (vokal) yang diucapkan
pemain. Teknik timing memiliki efek khusus. Teknik ini dapat dipakai
untuk memberi tekanan atau menghilangkan tekanan. Di samping itu, dapat
juga untuk menjelaskan suatu perbuatan.
Tempo dan irama berkaitan dengan penggarapan waktu dalam permainan. Cara
seorang pemain bermain dengan tempo yang tepat adalah (1) menghayati
peran dan jalan cerita serta (2) menyadari teknik bermain. Irama yang
dimainkan pemain harus sesuai dengan watak tokoh yang diperankan. Irama
yang tepat akan mengikat penonton berlama-lama menonton teater.
Gabungan yang kreatif antara tempo dan irama menghasilkan “daya pikat
panggung”.
Untuk mahir menguasai teknik-teknik tersebut diperlukan latihan yang
berulang-ulang dan waktu yang tidak sebentar. Janganlah bosan, dan
nikmatilah proses latihan tersebut.
Pementasan Drama
Pementasan drama adalah hasil perwujudan dari naskah yang dimainkan.
Pementasan drama terwujud pada saat dimulai hingga selesainya naskah
tersebut dimainkan. Sebelum dan sesudah waktu dimainkan tidak terdapat
adanya pementasan, yang ada hanyalah naskah.
Pementasan naskah drama merupakan kerja kolaborasi dari berbagai
komponen. Komponen tersebut adalah naskah, sutradara, pengurus produksi,
pemain, dan tim artistik. Seluruh komponen ini harus dipersiapkan dan
diatur dengan baik untuk menunjang pementasan yang baik.
Dramatisasi Cerita Drama
Pada prinsipnya, dramatisasi cerita drama adalah memahami dan
mengeksplorasi naskah secara sungguh-sungguh, kemudian membuat rencana
untuk mementaskan naskah tersebut bersama seluruh anggota kelompok.
Adapun langkah-langkah dramatisasi adalah sebagai berikut.
1. mengemukakan cerita (naskah) kepada anggota kelompok pementasan.
2. mengolah dialog, merencanakan peran, dan adegan pementasan.
3. memainkan naskah itu, baik bertahap maupun menyeluruh.
4. evaluasi permainan.
5. memainkan ulang.
6. evaluasi akhir dan persiapan pementasan.
Konsep Pantomim
Pantomim merupakan pertunjukan yang para pemainnya mengekspresikan diri
melalui isyarat untuk menampilkan sebuah kisah. Di sini pemain
mempertunjukkan kemampuan mengekspresikan diri melalui pemain tidak
mempertunjukkan kemampuan olah vokal dalam dialognya.
Pantomim berbeda dengan gerakan improvisasi. Improvisasi adalah dialog
atau gerakan-gerakan yang tidak dipersiapkan sebelumnya. Improvisasi
tidak hanya dalam gerakan tetapi juga dalam kata-kata. Memang untuk
bermain pantomim, kemampuan berimprovisasi gerak sangatlah diperlukan.
Bermain dan mengajarkan pantomim memberikan pengalaman yang sangat
mengesankan. Anak didik akan memiliki kemampuan ekspresi dan improvisasi
yang besar. Hal ini menimbulkan pengalaman berharga dalam diri Anda,
bahwa Anda telah menghantarkan anak untuk terjun dalam dunia pementasan
drama di kemudian hari.
Pantomim menghadirkan sebuah kisah. Kisah ini dapat diambilkan dari
kehidupan sehari-hari maupun dari karya sastra. Apabila cerita diambil
dari karya sastra, berarti pemain sekaligus belajar menginterpretasikan
karya sastra. Cerita yang dipilih seharusnya mengandung akting yang
berkelanjutan dari awal hingga akhir. Berapa cerita memerlukan
pengeditan untuk ditampilkan dalam bentuk pantomim. Prinsip pengeditan
adalah memaksimalkan kebutuhan akting dan membuat plot tetap menarik
dengan adanya klimaks dan akhir cerita.
Teknik Bermain Pantomim
Untuk bermain pantomim, pemain harus melakukan latihan-latihan dasar
yang meliputi improvisasi, kemampuan indra, sikap tubuh dan ekspresi
wajah, emosi. Selain itu, seorang guru harus memperhatikan kiat-kiat
berlatih dan melatih pantomim yang terdiri dari memilih topik cerita,
mendiskusikan cerita, akting, mengatasi kondisi macet, musik, dan
pengelompokan.
Improvisasi berarti a) menciptakan, merangkai, memainkan, menyajikan
sesuatu tanpa persiapan; b) menampilkan sesuatu dengan mendadak; c)
melakukan sesuatu begitu saja secara spontan dan apa adanya. Improvisasi
perlu dilatih secara rutin agar pemain memiliki rangsangan spontanitas
serta dapat menciptakan akting yang wajar, tidak dibuat-buat, dan
tampak natural. Kemampuan indra yang perlu dilatih meliputi indra
pencicipan, peraba, pendengaran, penglihatan, dan penciuman. Latihan
mengolah sikap tubuh dan ekspresi wajah sangat diperlukan untuk
menggambarkan suasana batin. Latihan ini disertai perasaan dan
imajinasi serta dilakukan secara rutin agar mencapai keluwesan dan
kewajaran. Latihan untuk mengembangkan dan mengolah emosi sangat
diperlukan Untuk itu perlu dicari suasana untuk menggali dan
mengeksplorasi berbagai emosi yang ada dalam kehidupan manusia.
Menentukan topik cerita merupakan langkah pertama untuk bermain pantomim
Topik cerita dapat diperoleh dari a) menonton pantomim sederhana yang
Anda peragakan, b) pengamatan akan sekitar, dan c) sastra (lisan) yang
sudah ada. Cerita itu perlu disusun, kemudian diedit menjadi cerita
yang siap untuk dipantomimkan.
Diharapkan Anda mendiskusikan cerita ini bersama anak didik. Untuk
berakting yakinkanlah anak didik dengan menumbuhkan cerita pada pikiran,
perasaan, dan juga indra. Evaluasi latihan ditujukan untuk mendorong
anak didik mengembangkan akting mereka. Jika di tengah berakting anak
didik tidak dapat berkembang karena malu, gunakanlah teknik pantomim
bertopeng. Setelah akting dapat berjalan dengan baik, rancanglah musik
untuk mengiringi pantomim. Terakhir, buatlah kelompok berdasarkan
kemampuan anak didik untuk berpantomim. Hal ini diperlukan untuk
memberikan materi dan perlakuan yang tepat terhadap anak didik.
Menuturkan Cerita Drama Secara Berkelompok
Menuturkan cerita drama atau yang dikenal dengan istilah drama reading
merupakan suatu bentuk pertunjukkan tersendiri seperti halnya poetry
reading dan deklamasi. Oleh karena itu, kemampuan untuk mencapai mutu
reading – merupakan pusat perhatian.
Dalam drama reading juga diperlukan kerja sutradara. Bahkan, penggarapan
dalam drama reading dapat dipandang sebagai latihan tahap permulaan
calon sutradara menangani suatu naskah. Drama reading sangat penting
untuk calon aktor atau pun calon sutradara, karena risikonya masih
sangat kecil dibandingkan dengan penanganan drama panggung.
Terdapat dua jenis drama reading, yaitu (1) drama reading tanpa
dikaitkan dengan pembicaraan tentang naskah yang dipentaskan dan (2)
drama reading yang disertai dengan play review (ulasan tentang naskah
yang dipentaskan).
Pelaksanaan drama reading berkelompok, banyaknya pemain didasarkan pada
jumlah peran dalam naskah. Untuk itu, diperlukan kejelian seorang
sutradara di dalam menggarapnya. Hasilnya ditentukan oleh kemampuan
sutradara dalam menggarap naskah, menggarap pemain beserta vokalnya, dan
menggarap tim artistiknya.
Perubahan setting dan perubahan babak digarap dengan memberikan
pengantar yang memberi tahu tentang teks samping, misalnya peran
melangkah atau mengambil barang, dan sebagainya. Namun, tidak semua teks
samping dalam naskah dibacakan; cukup dipilih yang sangat penting
saja.
Menuturkan Cerita Drama Secara Individual
Selain secara berkelompok, menuturkan cerita drama (drama reading)
dapat juga dilakukan secara individual. Maksudnya, dalam drama ini
seorang pemain menganalisis sebuah naskah sendiri dan sekaligus
membawakannya sendirian, tanpa bantuan orang lain. Kalaupun bantuan itu
ada, hanyalah berupa ilustrasi musik atau sound efect yang untuk
mengerjakannya terpaksa dengan bantuan orang lain.
Drama reading individual memerlukan beberapa kiat, yaitu yang berkaitan
dengan pemain, naskah, dan teknis pentas. Dalam pementasan ini
diperlukan kesungguhan dan keahlian pemain untuk menguasai teknik vokal.
Selain itu, pemain harus mampu menghayati watak dari masing-masing
tokoh. Naskah yang dipentaskan sebaiknya tidak panjang dan terdiri dari
tokoh-tokoh yang karakternya jelas berbeda. Pementasan drama ini perlu
memperhatikan komponen pementasan, misalnya pemakaian backdrop, level,
efek suara, dan musik.
Menulis Cerita Drama
Inti sebuah drama adalah gerak, yang menyajikan suatu perbuatan
sehingga memunculkan suatu peristiwa-peristiwa. Untuk menulis cerita
drama ada berbagai macam permasalahan yang perlu diketahui dan
dipertimbangkan, yaitu: 1) mengenal hukum drama, bahwa sebuah lakon
harus menyajikan konflik antara dua kekuatan yang akan melahirkan
dramatic action; 2) mengetahui sumber penulisan drama yang berwujud
tingkah laku manusia; 3) mengetahui kerangka drama yang berupa action
atau gerak yang didasari oleh motif, 4) mengenali bahan-bahan penulisan
yang berbentuk tema lakon, karakter untuk mengembangkan konflik, dan
rentetan situasi serta alat penulisan drama yang berupa dialog; 5)
mengenali proses inspirasi yang merangsang penciptaan; dan 6) mengetahui
struktur dan ketegangan dramatik yang dipaparkan oleh Aristoteles dan
Gustav Freytag.
Mengubah ceritak ke Dalam Bentuk Drama
Teks drama dapat dibuat dengan cara mengubah cerita rakyat, legenda,
fabel, dan cerita pendek yang banyak dimuat dalam surat kabar dan
majalah. Caranya, guru meminta kepada para siswa untuk membaca cerita
sebanyak-banyaknya. Dari hasil bacaannya, para siswa dapat menemukan
gagasan yang menarik sehingga dapat dijadikan bahan untuk menulis lakon.
Dari cerita yang dipilihnya, para siswa diminta untuk memilih dan
mencari situasi dramatik yang ada di dalamnya. Situasi dramatik itulah
yang akan mereka pergunakan untuk latihan menulis naskah drama dengan
meminta para siswa menuliskan dialog secara imajiner. Berangkat dari
percakapan seperti itu akan mengarahkan kepada situasi tokoh yang sesuai
dengan situasi dramatik yang akan dihadirkannya.
Dalam membuat dialog perlu diperhatikan bahwa melalui dialog
antartokohnya harus tergambar karakternya. Dalam dialog perlu pula
diperhatikan beberapa segi seperti: kosakata, frase dan kalimat, irama,
tekanan, jeda, tempo, dan pola vokal para tokohnya. Akan tetapi sebelum
membuat dialog harus dipikirkan tokoh protagonis dan antagonisnya yang
berlaku dalam drama yang akan disusun. Perlu pula diperhatikan unsur
latar lakon. Untuk menggambarkan latar diperlukan pengamatan dengan
cermat. Juga kostum para pemainnya. Dalam menulis lakon, unsur-unsur
yang disediakan harus dipilih dan difokuskan pada tema. Dengan tema yang
menjadi fokus, maka strukturnya dapat dibangun.
Memetik Nilai Drama
Melalui alur cerita yang berbentuk dialog, sikap dan tingkah laku
tokoh-tokohnya, kita dapat memetik nilai-nilai atau mengambil hikmah
dari pesan-pesan moral yang disampaikan atau diamanatkan oleh pengarang
lakon. Jenis dan wujud nilai-nilai yang terdapat dalam lakon-lakon
drama akan menyangkut seluruh persoalan harkat dan martabat manusia,
baik persoalan hubungan manusia dengan dirinya sendiri, misalnya: rasa
takut, percaya diri, dendam, rindu, kesepian, keterombang-ambingan
antara beberapa macam pilihan, yang lebih bersifat melibat ke dalam
diri sendiri; hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial
termasuk hubungannya dengan lingkungan alam, antara lain dapat berupa:
persahabatan yang kokoh dan yang rapuh, kesetiaan, pengkhianatan,
kekeluargaan: hubungan suami-istri, orang tua anak, cinta kasih sesama,
orang tua, dan tanah air; serta hubungan manusia dengan Tuhannya,
misalnya, dapat berwujud keterombang-ambingan antara berbuat kebaikan
atau keburukan, keimanan dan ketakwaan, penyesalan atas dosa-dosa yang
telah dilakukannya, dan sebagainya.
Dalam menyampaikan nilai-nilai, ada dua bentuk penyampaian, yaitu secara
langsung, dan tak langsung. Penyampaian nilai-nilai secara langsung,
biasanya terasa dipaksakan dan kurang koherensif dengan unsur-unsur
drama yang lain. Sementara itu, yang disampaikan secara tidak langsung,
nilai-nilainya tersirat dalam kisahan, terpadu secara koherensif dengan
unsur-unsur perilaku tokoh-tokoh, dialog, dan sikap antara tokoh yang
satu dengan yang lain, serta dapat ditangkap oleh pembaca/penonton
apabila dicermati dengan teliti.
Menilai Drama
Untuk menilai teks drama, dapat ditempuh dengan cara antara lain
mengadopsi Strategi Strata, terutama pada tahap interpretasi dan
rekreasi. Pada tahap interpretasi terhadap teks Malam Jahanam misalnya,
dapat ditanyakan antara lain: apakah alur kisahan dapat mengungkapkan
buah pikiran pengarang dengan baik; apakah tokoh-tokoh seperti Mat
Kontan, Paijah, dan Soleman yang digambarkan Motinggo Boesye dalam drama
itu mungkin ditemukan dalam kehidupan nyata; dapatkah Anda memahami
apabila Mat Kontan bernafsu untuk membunuh pembunuh burung beonya;
adakah kejanggalan-kejanggalan pada perbuatan Mat Kontan dan
perkataannya; apakah bahasa yang dipergunakan tokoh-tokohnya sesuai
dengan watak mereka masing-masing; apakah nilai-nilai yang dipaparkan
secara tersirat oleh pengarang terungkap dengan jelas; apakah pesan
pengarang terungkapkan dengan jelas; apakah lakon drama ini cukup
baik/buruk menurut Anda; dan sebagainya. Pada tahap rekreasi penilai
dapat membuat resensi atas drama Malam Jahanam.
Sementara itu, untuk menilai suatu pementasan, dapat dianalisis
bagaimana teknik ucapan, teknik memberi isi, teknik timing, tempo
permainan, sikap badan, menanggapi dan mendengar, serta apakah terlalu
banyak penjelasan ataukah tidak. Hasil penilaiannya dapat dituliskan
dalam bentuk resensi pementasan.
Meringkas Cerita Drama
Ada patokan yang dapat dipergunakan untuk membuat ringkasan, yaitu:
Pertama, membaca naskah asli teks drama satu atau dua kali untuk
menangkap maksud pengarang secara menyeluruh. Judul drama, babak,
adegan, petunjuk pengarang, prolog, dan epilognya jika ada dapat
dijadikan pegangan. Untuk mendapatkan maksud pengarangnya, sebenarnya
sudah tertera dalam judul teks drama. Setelah menangkap kesan secara
umum lewat judul teks drama, selanjutnya dapat membaca dengan teliti
babak, adegan, dialog, petunjuk pengarang, prolog dan epilognya.
Kedua, menangkap gagasan utama untuk menangkap maksud pengarangnya,
dengan jalan membaca kembali kalimat demi kalimat, paragraf demi
paragraf yang tersusun dalam dialog, petunjuk pengarang, adegan demi
adegan, dan babak demi babak, sambil mencatat semua gagasan yang
penting. Catatan-catatan itu berguna untuk menyusun sebuah ringkasan.
Ketiga, membuat reproduksi.. Berlandaskan catatan-catatan dan kesan umum
yang telah diperoleh, semua gagasan yang sudah dicatat harus disusun
menjadi kalimat-kalimat baru. Jangan tergoda untuk menggunakan kalimat
asli dari pengarangnya. Kalimat asli boleh digunakan bila kalimat itu
dianggap penting karena merupakan prinsip atau perumusan yang padat.
Sebaiknya susunan kalimatnya berupa kalimat tunggal. Paragraf-paragraf
dalam dialog yang hanya berisi ilustrasi, contoh, atau deskripsi dapat
dihilangkan. Pertahankan susunan gagasan asli. Ringkaslah
gagasan-gagasan dalam urutan seperti urutan naskah asli. Dalam meringkas
tidak boleh ada hal baru yang dimasukkan, atau memasukan pemikirannya
sendiri. Oleh karena itu, janganlah memberi interpretasi, mengomentari,
atau mempersoalkan gagasan pengarangnya. Ringkasan harus ditulis
dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga. Dialog harus diubah
dalam bentuk bahasa tak langsung. Panjang ringkasan biasanya berkisar
seper lima atau sepersepuluh dari karangan asli.
Menyadur Cerita Drama
Ada berbagai macam ragam terjemahan, yaitu dilihat dan tujuannya, hasil
akhirnya, materi, dan media penyampaiannya. Yang berkaitan dengan
saduran adalah penerjemahan dilihat dari hasil akhir penerjemahannya,
yaitu sampai seberapa jauh derajat kesetiaannya terhadap teks aslinya
dalam bahasa sumber. Dalam kelompok ini dapat digolongkan ke dalam: (1)
kelompok penerjemahan harfiah, yaitu penerjemahan yang mengutamakan
kesetiaan kata demi kata dalam teks aslinya; (2) kelompok alih bahasa
yang derajat kesetiaannya sekitar enam puluh sampai tujuh puluh persen
terhadap teks aslinya; (3) kelompok yang disebut saduran. Dalam kelompok
yang disebut sebagai saduran ini pengarang dalam bahasa sasaran
hanyalah mengambil ide-ide pokok dalam bahasa sumbernya, sedangkan
penulisannya bebas memakai contoh-contoh dan ungkapannya sendiri; (4)
kelompok penerjemahan dinamis di mana penerjemah mencari padanan yang
sedekat mungkin dengan teks aslinya dalam bahasa sumber tidak kata demi
kata, atau kalimat per kalimat, tetapi harus memperhatikan makna teks
secara keseluruhan.
Buku Drama Karya B. Rahmanto